Sabtu, 24 Oktober 2009

wisata (2)

ZIYARAH KUBUR sebagai wisata spiritual (2)
Oleh: A.Adib Masruhan

Mengingatkan mayit akan hal yang akan dihadapi sebentar lagi disebut dengan istilah Talqin.
Dasar men-Talqin mayyit itu pertama menggunakan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa mayyit itu mendengar apa yang terjadi diatas kuburnya, karena mayyit mendengar maka dalam kesempatan terakhir kita mengingatkan kepadanya “bahwa nanti akan kedatangan malaikat munkar dan nakir dengan mengajukan berbagai pertanyaan”, kita ingatkan seandinya ditanya begini maka jawabnya begitu. Hadits diatas adalah shohih, kemudian dasar kedua adalah hadits berikut (namun sebagian ulama mengatakan Dloif) yang menyatakan dilakukanya Talqin terhadap mayyit dengan bunyi hadits sebagai berikut:
عن سعيد بن عبد الله الأودي قال شهدت أبا أمامة وهو في النزع فقال إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إذا مات أحد من إخوانكم، فسويتم التراب على قبره، فليقم أحدكم على رأس قبره، ثم ليقل: يا فلان بن فلان، فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول: يا فلان بن فلان، فإنه يستوي قاعدا، ثم يقول: يا فلان بن فلانة فإنه يقول: أرشدنا رحمك الله، ولكن لا تشعرون، فليقل: اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا، وبالإسلام دينا، وبمحمد نبيا، وبالقرآن إماما، فإن منكرا او نكيرا يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول: انطلق بنا ما نقعد عند من لقن حجته فيكون الله حجيجه دونهما قال رجل: يا رسول الله، فإن لم يعرف أمه، قال فينسبه إلى حواء يا فلان بن حواء
مجمع الزوائد ج: 3 ص: 45 ,كشف الخفاء ج: 1 ص: 376

“Dari Said ibn Abdullah al Audi berkata: saya menyaksikan Abu Umamah ketika Naza’ (saat menjelang kematian) dia berwasiat : Apabila saya meninggal dunia, maka lakukan sebagaimana perintah Rasulullah SAW yang bersabda: Apabila ada seseorang meninggal dunia, dan kalian telah meratakan tanah atas kuburannya, maka berdirilah salah seorang diantara kalian diarah kepalanya, kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulan, (maka mayyit itu mendengarnya tapi tidak menjawab), kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulan, (maka mayyit itu duduk) kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulanah, maka mayyit tersebut mengatakan: berilah kami petunjuk, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, tapi kalian tidak merasa, maka katakanlah: Ingatlah apa yang engkau bawa keluar dari dunia, Syahadat bahwasanya tiada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, Engkau ridlo dengan Tuhanmu yaitu Allah, agamamu Islam, dengan Muhammad sebagi Rasul, dan Alqur’an sebagai panutanmu. Maka malaikat Munkar dan Nakir memegang tangan teman sambil mengatakan: mari kita tinggalkan, orang ini telah dilatih jawaban jawaban, maka Allah yang akan membelanya. Bertanya seseorang: Ya Rasulullah, seandainya kita tidak mengenal ibunya bagaimana? Jawab beliau: diikutkan ke Siti Hawa, jadi Fulan ibn Hawa”
(Majma’u Zawaid :3 hal 45 dan Kasyful Khofa :1 hal 376)

Tradisi sebagian masyarakat kita, setelah melkukan penguburan jenazah di tanah pekuburan, mereka diminta oleh pihak tuan rumah untuk rehat sejenak dirumahnya, dengan tujuan biar tidak terasa sepi, dan mereka mengeluarkan suguhan dan hidangan kepada para tamu sebagai “memulyakan tamu” , namun disebagian tempat lain tidak boleh menghidangkan suguhan atau hidangan tersebut.
Hukum tradisi tersebut adalah boleh, orang yang habis mengantarkan jenazah ke kuburan dan kemudian makan di keluarga yang sedang duka asal atas permintaan dari keluarga, jadi bukan memaksa minta makan. Hal ini sebagaimana dilakukan Nabi SAW dengan para sahabatnya pada cerita hadits berikut :

عن رجل من الأنصار قال، خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة، فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصي الحافر: أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه، فلما رجع استقبله داعي امرأة، فجاء وجيء بالطعام، فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا فنظر آباؤنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يلوك لقمة في فمه، ثم قال: أجد لحم شاة أخذت بغير إذن أهلها، فأرسلت المرأة قالت: يا رسول الله، إني أرسلت إلى البقيع يشتري لي شاة فلم أجد، فأرسلت إلى جار لي قد اشترى شاة أن أرسل إلى بها بثمنها فلم يوجد، فأرسلت إلى امرأته فأرسلت إلي بها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أطعميه الأسارى
سنن أبي داود ج: 3 ص: 244

“Dari seorang sahabat Anshor berkata: kani keluar bersama Rasulullah SAW dalam mengantarkan jenazah, aku melihat beliau SAW diatas kuburan memberi pengarahan kepada penggali kubur: ”Lebarkan diarah kaki, Lebarkan diarah kepala” kemudian sewaktu beliau selesai dan pulang maka dihadang oleh utusan seorang perempuan (isteri si mayit), maka datanglah beliau dan disuguhi makanan, Rasulullah SAW menyantap makanan tersebut dan diikuti oleh kaum, bapak kami melihat Rasulullah SAW mengunyah daging dalam mulutnya, tapi beliau seraya mempertanyakan: “Aku menemukan bahwa daging kambing ini dimasak tanpa seijin pemiliknya” maka perampuan tersebut datang sambil menceritakan (asal usul daging yang dimasak tanpa seijin pemiliknya): Ya Rasulullah, saya mengutus orang ke Baqi untuk membeli kambing tapi tidak berhasil, kemudian aku perintahkan agar mendatangi tetanggaku yang kemarin beli kambing untuk aku ganti harganya, juga tidak mendapatkanya, kemudian aku minta kepada isteri pemilik kambing agar mengirim kambing tersebut ke tempatku, barulah kuperoleh kambing tersebut. Rasulullah SAW bersabda: berikanlah makanan ini kepada para tawanan” (HR Abu Dawud 3:244)

Dalam hadits ini diceritakan bahwa Nabi setelah selesai menghadiri pemakaman jenazah seorang sahabat, beliau diminta mampir kerumah duka dan makan makan bersama para sahabatnya, namun hidangan yang disediakan (daging kambing) dimasak sebelum memperoleh ijin dari pemilik asli yaitu suami perempuan tetangga (pemilik kambing) karena tidak ada di tempat, sehingga Rasulullah SAW menolak untuk makan, dan mengatakan untuk diberikan kepada para tawanan, karena kalau menunggu ijin dari pemilik asli harus membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan mau membuang makanan juga mubadlir. Jadi pada prinsipnya Rasulullah SAW tidak melarang bahkan beliau sebetulnya mau makan, namun karena kambing yang akan disantap beliau masih belum mendapatkan ijin pemilik asli (yang tidak ada ditempat) sehingga beliau tidak sempat menyantap hidangan yang telah disediakan oleh sohibul bait.

Justru yang sunnah dn dianjurkan oleh Rasulullah SAW adalah kita mengirim makanan kepada keluarga yang tertimpa musibah, karena tidak terpikirkan oleh merka untuk menyediakan makanan bagi diri mreka.
Sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW apabila ada saudara kita tertimpa musibah berupa kematian untuk mengirimi makanan, karena mereka sedang mendapat musibah berupa kematian dan belum sempat memasak, dan akan lebih baik kalau dikirim dalam bentuk matang, atau siap saji.

عن عبد الله بن جعفر قال: لما جاء نعي جعفر قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اجعلوا لآل جعفر طعاما، فإنه قد أتاهم ما يشغلهم
رواه أبو دود و الترمذي )الأحاديث المختارة ج: 9 ص: 167(
“Dari Abdullah ibn Ja’far berkata: sewaktu datang berita duka dari Ja’far, Rasulullah SAW mengatakan: Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sesuatu yang menyibukkan mereka telah datang” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadits ini Rasulullah SAW memerintahkan kepada kaum muslimin (sahabat) agar membantu kepada keluarga Ja’far dengan mengirimkan makanan, karena keluarga Ja’far sedang sibuk mengurus jenazah dan diperkirakan oleh Rasulullah SAW tidak sempat untuk memasak makanan yang dibutuhkan. Dan makanan ini adalah jenis yang telah matang lebih baik dari pada yang masih mentah yang membutuhkan untuk pengolahan.

Posisi Ruh seseorang yang telah dikuburkan (kadang kadang) selama tujuh hari pertama gentayangan di areal pekuburan, tapi bagi ruh seorang Muslim ruhnya tidur didalam kuburan bagaikan tidur disurga, selalu menjawab salam orang yang ziyarah, diberi kenikmatan dialam kuburnya.
Dalam keterangan Ibnu Taimiyah dijelaskan sebagai berikut:

وهذا جاء فى عدة آثار أن الأرواح تكون فى أفنية القبور قال مجاهد الأرواح تكون على أفنية القبور سبعة أيام من يوم دفن الميت، لا تفارقه، فهذا يكون أحيانا، وقال مالك بن أنس بلغنى أن الأرواح مرسلة تذهب حيث شاءت والله أعلم
كتب ورسائل وفتاوى ابن تيمية في الفقه ج: 24 ص: 365

“Dan ini datang dari berbagai Atsar (hadits) yang menyatakan bahwa Ruh itu berada di areal pekuburan. Berkata Mujahid (Tabiin ahli Tafsir) bahwa Ruh berada di areal pekuburan selama tujuh hari dari hari pemakaman, tidak meninggalkan kuburnya, ini terjadi kadang kadang. Berkata Malik ibn Anas, ada penjelasan yang aku terima bahwa Ruh manusia itu gentayangan, bepergian kemana ia kehendaki. Wallahu a’lam. (Fatwa Ibnu Taimiyah tentang Fikih 24:365)

Melihat keterangan dari ungkapan yang diceritakan oleh Ibnu Taimiyah diatas, bahwa ruh mayyit itu gentayangan di areal pekuburan selama tujuh hari, maka dilakukan selamatan dan dikirimi pahala / doa agar ruh yang masih belum tenang tersebut menjadi tenang. Sedang hidangan yang disuguhkan berupa minuman dan snack sampai berkat / bingkisan yang dibawa pulang itu merupakan sedekah oleh keluarga mayyit yang pahalanya juga disampaikan / dihadiahkan kepada mayyit. (lihat dalam pembahasan TAHLIL fenomena transfer pahala tentang sedekah pada mayyit).

Sedang permasalahan memberi kafan pada mayyit dengan menggunakan kain / kafan yang ada nilai lebihnya adalah boleh, bahkan disunnahkan, sebagaimana yang beliau lakukan terhadap putrinya. Beliau memberikan pakaianya untuk dijadikan kafan pada lapisan yang paling dalam dengan harapan agar sang putri terselamatkan dari siksa kubur. Dengan demikian, sangat dianjurkan bila kita sempat mencuci kain yang akan kita gunakan kafan kita dengan air zamzam karena air zamzam merupakan air yang punya nilai lebih dibanding dengan air lainya, sehingga kita berbekal (dikubur nanti) dengan kain kafan yang telah tercuci dengan air zamzam, karena tidak mungkin kita memperoleh kain dari Nabi SAW seperti yang beliau lakukan terhadap putrinya

عن أم عطية الأنصارية رضي الله عنها قالت: دخل علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم حين توفيت ابنته فقال: اغسلنها ثلاثا أو خمسا أو أكثر من ذلك، إن رأيتن ذلك بماء وسدر، واجعلن في الآخرة كافورا أو شيئا من كافور، فإذا فرغتن فآذنني، فلما فرغنا آذناه، فأعطانا حقوه، فقال: أشعرنها إياه، تعني إزاره
صحيح البخاري ج: 1 ص: 422
“Dari Ummi Athiyah Al Anshoriyah RA berkata ketika kami sedang memandikan putrid Rasulullah SAW yang meninggal dunia beliau memberi pengarahan: Basuhlah tiga kali, atau lima kali atau lebih bila diperlukan, basuh dengan air dan bidara dan yang terakhir dicampur dengan Kafur atau sejenisnya, kalau sudah selesai beritahu saya. Dan setelah kami selesai memandikan kami beritahu beliau, dan beliau memberi kami sarung dan berpesan: jadikan lapisan yang menempel tubuh, maksudnya sarung tersebut. (HR Bukhori 1:422)

عن ابن عمر قال: لمّا توفي عبد الله بن أبيّ جاء ابنه عبد الله بن عبد الله الي رسول الله صلي الله عليه وسلم, فسأله ان يعطيه قميصه يكفن فيه اباه, فأ عطاه , ثمّ سأله ان يصلّي عليه , فقام رسول الله صلي الله عليه وسلم ليصلي عليه , فقام عمر, فأخذ بثوب رسول الله صلي الله عليه وسلم, ... الحديث
رواه البخاري 4302
“Dari Ibn Umar berkata: Sewaktu Abdullah ibn Ubayyi (ibn Salul pemimpin orang orang munafik) meninggal, datanglah anaknya yaitu Abdullah ibn Abdullah menghadap Rasulullah SAW memohon bajunya untuk membungkus (mengkafani) bapaknya, setelah dikasih dia memohon agar Rasulullah SAW berkenan mensholatinya dan diperkenankan oleh beliau, namun berdirilah Umar (ibn Khotob) seraya menarik baju Rasulullah SAW tersebut …” (HR Bukhori :4302)

Dalam hadits kedua ini diceritakan bahwa Abdullah ibn Ubay ibn Salul meninggal dunia, anaknya yang bernama Abdullah (juga) menghadap Rasulullah SAW memohon bajunya akan dipergunakan sebagai kafan ayahnya dengan maksud agar ayahnya (yang munafiq tersebut) terselamatkan dari siksaan dikuburnya, namun sahabat Umar ibn Khotob berdiri dan mencabut baju dan melarang beliau memberikan pakaianya, bahkan melarang beliau untuk mensholatinya dengan menyampaikan bahwa Allah SWT melarang Nabi SAW mensholati / mendoakan orang munafik seperti Abdullah ibn Ubay tersebut.

Sedang mengenai rajah atau tulisan tulisan yang berkhasiat yang ditulis pada kain kafan itu hukumnya harus dirinci, bila tulisan itu akan hilang atau tidak kelihatan setelah beberapa saat, seperti Asmaul Husna yang ditulis dikafan dengan air zamzam (karena terbatasnya air zamzam) atau ditulis dengan minyak wangi sehingga tidak nampak bentuk dan tulisanya itu boleh, namun bila kafan bertuliskan lafadl lafadl yang harus diagungkan seperti asmaul husna ditulis dengan tinta pada kafan mayyit dan tampak tulisanya itu haram, mengingat bahwa mayyit akan membusuk dan kotor, jadi keharamanya adalah mencampurkan lafadl yang harus diagungkan dengan kotoran seperti nanah dan busuknya jasad.

Sedangkan melempar butiran tanah kearah kuburan setelah pemakaman itu hukumnya sunnah, dengan tujuan mengingatkan kita bahwa dari tanah tersebut kita diciptakan, dan ke tanah itu kita dikembalikan serta dari tanah itu pula kita akan dibangkitkan, sebagaimana hadits Rasulullah SAW melakukan hal tersebut yang diceritakan dalam Tafsir Ibn Katsir sebagai berikut:

وفي الحديث الذي في السنن أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حضر جنازة فلما دفن الميت أخذ قبضة من التراب فألقاها في القبر وقال: منها خلقناكم ثم أخذ أخرى وقال وفيها نعيدكم ثم أخرى وقال ومنها نخرجكم تارة أخرى
تفسير ابن كثير ج: 3 ص: 157
“Dalam hadits dikitab sunan dinyatakan bahwasanya Rasulullah SAW menghadiri jenazah, dan setelah pemakaman selesai, beliau mengambil segenggam tanah dan melempar kearah kubur sambil membaca (ayat Alqur’an): dari tanah ini Kami menciptakan kalian, kemudian mengambil tanah lagi sambil mengucapkan: ke tanah ini pula Kami mengembalikan kalian, kemudian mengambil lagi seraya mengatakan: dan dari tanah ini pula Kami membangkitkan kalian kembali. (Tafsir Ibn Katsir 3:157)

Demikian pemikiran pemikiran untuk memberi tuntunan kepada umat islam (khususnya para siswa MAF-!) dalam upayanya dan penghormatanyanya terhadap keluarga yang telah mendahului kita. Semoga ada manfaatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar